Filosofi Jagung
Rabu malam kemarin saya pulang dari Medan ke Jakarta
usai bertemu beberapa mitra bisnis di Medan. Di pesawat duduklah seorang
lelaki dan perempuan yang mirip bapak dan ibu saya. Kulitnya telah
keriput juga legam terbakar matahari. Saat itulah pikiran saya
menerawang jauh ke masa lalu.
Saat kecil saya sering menemani bapak ke sawah dan ladang. Saya ikut
bapak menanam padi di sawah dan menanam jagung di ladang. Rumah kami di
tengah hutan Lampung sendirian, atapnya dari ilalang, dindingnya dari
bambu yang kami anyam. Pengalaman itu sangat membekas kuat dalam
kehidupan saya.
Diantara pengalaman yang berkesan adalah saat kami menanam jagung.
Bapak yang melubangi tanah kemudian saya yang meletakkan bibit jagung ke
dalam tanah sambil menutupnya dengan tanah. Saat seperti itulah bapak
saya sering bertutur, “Jamil jagung itu harus kau tutup dengan tanah
agar tidak dimakan burung atau ayam. Benih jagung itu tertutup tanah,
dia harus menanggung beban tanah yang menimbunnya. Tetapi karena kau
tutup itulah jagung akan tumbuh kemudian berbuah. Hasilnya bisa kita
jual dan kita makan.”
Sambil terus menanam jagung bapak saya melanjutkan ceritanya. Hidup
kita saat ini seperti bibit jagung yang kau tutup tanah, tinggal di
tengah hutan dan susah. Tapi ketahuilah anakku, suatu saat nanti kau
akan tumbuh menghasilkan buah yang enak dimakan. Jadilah kamu bibit yang
baik, bertahan dan bersabarlah atas segala kesulitan yang datang. Saat
kau besar nanti pasti akan menghasilkan buah yang sangat baik anakku.
Bila jagung sudah tumbuh nanti harus kau siram dan pupuk. Begitu pula
hidupmu anakku. Saat nanti kau sudah besar dan berhasil, kau harus
tetap disiram dan dipupuk. Siramilah kehidupanmu dengan surat-surat dari
Tuhanmu. Bacalah kitab-Nya agar kehidupanmu selalu segar. Rendahkanlah
dirimu agar air itu datang menghampirimu karena tabiat air mendatangi
tempat yang lebih rendah.
Pupuklah kehidupanmu dengan cara bersahabat dan bergaul bersama
orang-orang yang soleh dan baik. Perlakukan mereka seperti kau
memperlakukan saudaramu sendiri. Kadang-kadang pupuk kandang itu
aromanya tak sedap tetapi itu menyuburkan tanah tempatmu tumbuh. Nanti
kau akan bertemu dengan teman yang mengkritik dan menyakitimu, anggaplah
itu pupuk kandang buatmu.
Jagung bagi saya bukan hanya makanan. Ada makna mendalam yang melekat
di dalamnya. Kita harus menjadi benih unggul yang tidak boleh lupa
disiram dan dipupuk agar menghasilkan buah yang berkualitas.
Terima kasih bapakku, akulah benih yang dulu bapak tanam. Semoga aku berbuah sesuai dengan harapan bapak.
Dari atas pesawat jurusan Medan-Jakarta, kupersembahkan tulisan ini untukmu. Aku bangga kepadamu, I love you so much…
Salam SuksesMulia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar